Lindungi Sumber Air, Yogya Disarankan Terapkan Pendekatan Ekohidrologi
By Admin
Peneliti LIPI Ignasius Dwi Atmana (Foto: Humas LIPI)
nusakini.com - Peneliti senior Pusat Penelitian Limnologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Ignasius Dwi Atmana Sutapa menyarankan agar Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menerapkan pendekatan ekohidrologi untuk solusi persoalan air di wilayah tersebut. Sebab persoalan air di provinsi itu semakin bertambah kompleks belakangan ini.
Ignas yang juga Direktur Eksekutif Asia Pacific Center for Ecohydrology - United Nations Educational Scientific and Cultural Organization (APCE - UNESCO) tersebut mencontohkan, salah satu permasalahan yang cukup kentara saat ini di DIY adalah adanya ekstraksi atau pengambilan air tanah secara berlebihan. "Akibatnya ketersedian sumber daya air menurun, sedangkan proses pengembalian air tersebut membutuhkan waktu lama dan tidak secepat pengambilannya," ungkapnya di sela-sela kegiatan National Workshop bertajuk Best Practices of Sustainable Water Resources Management Based on Ecohydrology Approach kepada rekan media pada Rabu (12/10/2016) di Yogyakarta.
Untuk melindungi penggunaan air itu, Ignas berharap pemerintah DIY lebih mengoptimalkan pengambilan air permukaan karena recovery atau siklus pemulihannya lebih cepat. Hal itu sebagai langkah konservasi sederhana sekaligus melindungi resapan air yang masih tersisa.
Sedangkan solusi yang berkesinambungan atau jangka panjang, dia melanjutkan, menggunakan pendekatan ekohidrologi. Pendekatan tersebut menekankan pada sistem solusi mengelola sumber daya air berkelanjutan.
"Salah satunya dengan membuat grand design pengelolaan sumber daya air berbasis ekohidrologi sebagai sistem solusi yang menjamin keberlanjutan sumber daya air. Sekaligus perlu membangun sistem informasi sumber daya air permukaan dan bawah permukaan agar dapat diakses oleh masyarakat," terangnya.
Sekretaris Daerah Provinsi DIY, Rani Syamsinarsi menuturkan, pihaknya melihat memang kondisi sumber daya air di Yogyakarta perlu penanganan yang komprehensif. “Kami sendiri berusaha menerapkan pola pengelolaan berbasis 5K (Keraton, Kaprajan, Kampung, Kampus, dan Komunitas),” jelasnya.
Dari konsep 5K ini, dirinya menerangkan bahwa semua stakeholders terlibat, baik pihak Keraton Yogyakarta, kaprajan atau pemerintah, kampung atau desa, pihak kampus, dan juga komunitas masyarakat yang peduli dengan keberlanjutan air di masa depan. “Kalau kelimanya berjalan dengan selaras, maka pengelolaan air di Yogyakarta akan baik,” tekannya.
Suratman, Wakil Rektor Universitas Gajah Mada (UGM) juga menuturkan hal serupa. Dia bilang, “Kita semua sebagai pengguna air harus nguwongke (memanusiakan, red) air”. Filosofi tersebut tentu bisa dibangun oleh semua pihak agar air tidak membawa bencana bagi kehidupan masyarakat, tutupnya. (p/mk)